Sepanjang
sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika.
Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia
terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dan
masalah etis. Misalnya, sejak manusia berdagang ia tahu tentang kemungkinan
penipuan. Dalam teks-teks kuno sudah dapat dibaca teguran kepada pemilik toko
yang menipu dengan mempermainkan timbangan. Pedagang yang menipu langganan
dengan menjual barangnya menurut pengukuran berat yang tidak benar, berlaku
tidak etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya
selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan
manusiawi ini.
Namun
demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan
sekarang, tidak bisa disangkal juga, di sini kita menghadapi suatu fenomena
baru. Belum pernah terjadi dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian
begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika bisnis mencapai status
ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri. Bagaimana perkembangan ini dapat
dimengerti? Richard De George
mengusulkan untuk membedakan antara ethics
in business dan business ethics,
antara etika-dalam-bisnis dan etika bisnis. Maksudnya dapat dijelaskan sebagai
berikut. Etika selalu sudah dikaitkan dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat
itu pula bisnis dthubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan
juga dengan wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga,
seksualitas, berbagai profesi, dan sebagainya. Jadi, etika-dalam-bisnis atau
etika-berhubungan dengan-bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu
topik di samping sekian banyak topik lainnya. Etika-dalam-bisnis belum
merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal
itu baru tercapai dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya.
Etika dalam-bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika
bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam
arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field)
tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks
pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus
ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak
cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran
De
George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam-bisnis menjadi etika bisnis ini.
George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam-bisnis menjadi etika bisnis ini.
1. Situasi Dahulu
Berabad-abad lamanya etika berbicara
— pada taraf ilmiah — tentang masalah ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik
di samping sekian banyak topik lain. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles,
dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur
kehidupan manusia bersama dalam negara dan dalam konteks itu mereka membahas
juga bagaimana ke hidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Dalam
filsafat dan teologi Abad Pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam
kalangan Kristen mau pun Islam. Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan
tidak luput pula dan perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern.
Dengan membatasi diri pada situasi di
Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di
sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teknologi. Pada waktu itu di
banyak universitas diberikan kuliah agama di mana mahasiswa mempelajari
masalah-masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannya tentu berbeda,
sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan Katolik atau Protestan. Dalam
kalangan Katolik, pada umumnya mata kuliah ini mendalami “Ajaran Sosial
Gereja”. Yang dimaksudkan dengannya adalah uraian sistematis dari ajaran para
paus dalam ensiklik-ensiklik sosial, mulai dengan ensiklik Rerun: Novarum
(1891) dan Paus Leo XIII. Di sini disinggung banyak tema yang menyangkut
moralitas dalam kehidupan sosial-ekonomi seperti hak pekerja atas kondisi kerja
yang baik dan imbalan yang pantas; pen tingnya nilai-nilai moral bertentangan
dengan suasana matenialistis dan konsumenistis; keadilan sosial dan upaya
memperbaiki taraf hidup orang miskin; tanggung jawab negara-negara kaya terhadap
negara-negara miskin, dan sebagainya. Dalam kalangan Protestan, buku teolog Jerman
Reinhold Niebuhr Moral Man and Immoral Society (New York, 1932) menjalankan
pengaruh besar atas pengajaran etika mengenai tema-tema sosio-ekonomi dan bisnis
di per guruan tinggi mereka.
Dengan demikian di Amerika Senikat selama
paro pertama abad ke-20 etika-dalam-bisnis terutama dipraktekkan dalam konteks agama
dan teologi. Dan pendeka tan ini masih berlangsung terus sampai han ini, di
Amerika Serikat maupun di tempat lain. Para paus mengeluarkan ensiklik-ensiklik
sosial baru sampai dengan Sollicitudo Rei Socialis (1987) dan Cent esimus Annus
(1991) dan Paus Yohanes Paulus II. Suatu contoh bagus khusus untuk Amerika
Senikat adalab dokumen pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup Amenika
Serikat dengan judul Economic Justice for All. Catholic Social Teaching and the
U.S. Economy (1986).
2. Masa peralihan: tahun 1960-an
Dalam tahun 1960-an teqadi
perkembangan baru yang bisa diLihat sebagai persiapan langsung bagi timbulnya
etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa 1960-an ini di Amerika Senikat
(dan duma Barat pada umumnya) ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan
otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota Prancis bulan Mei 1968),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Suasana tidak tenang ini
diperkuat lagi karena frustrasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda
dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini
mengakibatkan demonstrasi-demonstrasi paLing besar yang pernah disaksikan di
Amenika Serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang di mata mereka
terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani
kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan
masalah ekologis dan terutama industri dianggap sebagai penyebab masalah lingkungan
hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah seria limbah beracun dan sampah
nuklir. Pada waktu yang sama timbul juga suatu sikap anti—konsumeristis.
Suasana konsumerisme semakiri dilihat sebagai tendensi yang tidak sehat dalam
masyarakat dan di akibatkan oleh bisnis modem antara lain dengan kampanye
perikianan yang sering kali berlebihan. Semua faktor ini mengakibatkan suatu
sikap anti-bisnis pada bum muda, khususnya mahasiswa.
Dunia pendidikan menanggapi situasi
mi dengan cara berbeda-beda. Salah satu reaksi paling pentmg adalah memberi perhatian
khusus kepada social issues dalam kuliah tentang manajemen. Beberapa sekolah
bisnis mulai dengan mencantumkan mata kuliah baru dalam kurikulumnya yang
biasanya diberi nama Business and Society. Kuliah ini diberikan oleh
dosen-dosen manajemen dan mereka menyusun buku-buku pegangan dan publikasi lain
untuk menunjang mata kuliah baru itu. Salah satu topik yang menjadi populer
dalam konteks itu adalah corporate social responsibility (tanggung jawab sosial
perusaha an). Pendekatan ini diadakan dan segi manajemen, dengan sebagian
melibatkan juga hukum dan sosiologi, tetapi teoni etika filosofis di smi belum
diznanfaatkan.
3. Etika bisnis lahir di Amerika
Serikat: tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang
intelektual dan akademis dengan iden titas sendiri mulai terbentuk di Amerika
Serikat sejak tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika membicarakan aspek-aspek
moral dan bisnis di sampmg banyak pokok pembicaraan moral larnnya
(etika-dalam-hubungan-dengan bisnis), kini mulai berkembang etika bisnis dalam
arti sebenarnya. Terutama ada dua faktor yang memberi kontribusi besar kepada
kelahiran etika bisnis di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1970-an:
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis sekitar
bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis
moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amenika Serikat. Kita akan memandang
dua faktor mi dengan lebih rinci.
Jika sebelumnya hanya para teolog
dan againawan pada tahap ilmiah (=teologi) membicarakan masalah-masalah moral dañ
bisnis, pada tahun 1970- an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dan
dalam waktu singkat men jadi kelompok yang paling dominan. Beberapa tahun
sebelumnya, filsuf-filsuf lain sudah menemukan etika biomedis (disebut juga:
bioetika) sebagai suatu bidang garapan yang baru. Sebagian terdorong oleh
sukses usaha itu, kemudian beberapa filsuf memberanikan din untuk terjun dalam
etika bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Bagi filsuf-filsuf
bersangkutan sebenamya langkah ini merupakan perubahan cukup radikal, karena
suasana umum penelitian flisafat pada saat itu Justru jauh dan masalah praktis.
Pantas dicatat lagi, da lam mengembangkan etika bisnis para filsuf cenderung
bekeija sama dengan ahli-ahli lain, khususnya ahli ekonomi dan manajemen.
Dengan itu mereka meneruskan tendensi etika terapan pada umumnya, yang selalu
berorientasi multidisipliner. Norman E.
Bowie malah menyebut suatu kerja sama macam itu sebagai tanggal kelahiran
etika bisnis, yaitu konferensi perdana tentang etika bisnis yang
diselenggarakan di Universitas Kansas oleh Philosophy De partement (Richard De
George) bersama College of Business Uoseph Pithier) bulan November 1974.
Makalah-makalahnya kemudian diterbitkan dalam bentuk buku: Ethics, Free
Enteiprise, and Public Policy: Essays on Moral Issues in Business (1978).
Faktor kedua yang memacu timbulnya
etika bisnis sebagai suatu bidang studi yang serius adaiah krisis moral yang
dialami duma bisrus Amerika pada awal tahun 1970-an. Krisis moral dalam dunia bisnis
itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat
Amerika pada waktu itu. Sekitar tahun 1970 masih berlangsung
dernonstrasi-demonstrasi besar melawan keterlibatan Amerika dalam perang
Vietnam. Karena perkem bangan perang ini, banyak orang mulai meragukan kredibilitas
pemerintah federal di Washington dan para politisi pada umumnya. Krisis moral
ini menjadi lebih besar lagi dengan menguaknya “Watergate Affair” yang akhirnya memaksa Presiden Richard Nixon
mengundurkan din (pertama kali dalam sejarah Amerika). Dilatarbelakangi krisis
moral yang umum itu, dunia bisnis Amerika tertimpa oleh krisis moral yang khusus.
Pada awal tahun 1970-an terjadi beberapa skandal dalam bisnis Amerika, di mana
pebisnis berusaha menyuap politisi atau memberi sumbangan ilegal kepada
kampanye politik. Yang mendapat publisitas paling luas antara skandal-skandal
bisnis ini adalah ‘Lockheed Affair”,
kasus korupsi yang melibatkan perusahaan pesawat terbang Amerika yang terkemuka
ini Kasus korupsi dan komisi seperti itu mengakibatkan moralitas dalam berbisnis
semakin dipertanyakan. Masyarakat mulai menyadani bahwa ada suasana kurang
sehat dalam dunia bisnis dan bahwa krisis moral itu segera hams diatasi.
Sebagian sebagai reaksi atas
terjadinya peristiwa-peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam
kalangan pendidikan Amerika dirasakan ke butuhan akan refleksi etika di bidang
bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata
kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi yang mendidik manajer dan ahli ekonomi.
Keputusan ini temyata berdampak luas. Jika etika bisnis menjadi suatu mata kuliah
tersendiri, hams ada dosen, buku pegangan dan bahan pengajaran lainnya,
pendidikan dosen etika bisnis hams diatur, komunikasi ilmiah antara para ahli
etika bisnis harus dijamin dengan dibukanya organisasi profesi serta jurnal
ilmiah, dan seterusnya. Misalnya, Norman E. Bowie, sekretaris eksekutif dan American Philosophical Association,
mengajukan proposal kepada National Endou’nicnf for the Hunianities (dark
Kementerian Pendidikan Amerika) guna menyusun pedoman untuk pengaaran kuliah
etika bisnis. Kelompok yang terdiri atas beberapa filsuf, dosen sekolah bisnis,
dan praktisi bisnis ini diberi nama Committee
for Education in Business Ethics dan membutuhkan tiga tahun untuk
menyelesaikan Iaporannya pada akhir tahun 1980 Dengan demikian dipiihnya etika
bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang
kepada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
4. Etika bisnis meluas ke Eropa: tahun
1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai
ilmu barn mulai berkembang kira-kira sepuluh tahun kemudian, mula-mula di
Inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat,
tetapi tidak lama kemudian juga di negara-negara Eropa Barat lainnya. Semakin
banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis di Eropa mencantumkan mata kuliah
etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib
ditempuh. Pada tahun 1983 diangkat profesor etika bisnis pertama di suatu
universitas Eropa (Universitas Nijenrode, Belanda). Sepuluh tahun kemudian
sudah terdapat dua betas profesor etika bisnis di universitas-universitas
Eropa. Perkembangan pesat ini cukup mengherankan, karena terjadi pada saat
anggaran belanja universitas di mana-mana diperketat akibat kesulitan
finansial. Karena alasan itu di beberapa tempat chair dalam etika bisnis
disponsori oleh dunia bisnis, seperti di Inggris pada sekolah bisnis Leeds,
Manchester, dan London.
Pada tahun 1987 didirikan European
Business Ethics Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi
dan universitas serta seko!ah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi
nasionat dan internasional (seperti misalnya serikat buruh). Konferensi EBEN
yang pertama berlangsung di Brussel (1987), konferensi kedua di Barcelona
(1989) dan selan jutnya ada konferensi setiap tahun: Milano (1990), London
(1991), Paris (1992), Sandvika, Norwegia (1993), St. Gallen. Swiss (1994),
Breuketen, Belanda (1995), Frankfurt (1996). Sebagian bahan
konferensi-konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk buku.
5. Etika bisnis men jadi fenomena
global: tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an suda menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Memang benar apa yang dikatakan Richard De George: etika bisnis bersifat nasionat, internasional, dan global seperti bisnis itu sendiri.’ Kini etika bisms dipelajari, diajarkan, dan dikembangkan di seluruh dunia. Kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis di Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, dan di kawasan dunia lairìnya. Sejak dimulainya Liberalisasi ekonomi di Eropa Timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme di sana sebagai sistem politik dan ekonomi akhir tahun 1980-an, di Rusia dan negara eks-komunis lainnya dirasakan kebutuhan besar akan pegangan etis, karena disadari per alihan ke ekonomi pasar bebas tidak bisa berhasil jika tidak disertai etika bisnis. Tidak mengherankan, bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi paling kuat di luar dunia Barat: Jepang. Yang terutama aktif di sana adalah Institute of Moralogy yang bermukim pada Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi, pinggiran kota metropolitan Tokyo. Institut ini sebagian disponsori oleh pemerintah Jepang dan berusaha mendekatkan etika dengan praktek bisnis. Pada tahun 1989 dan 1991 mereka menyelenggarakan konferensi tentang etika dalam ekonomi global, yang dihadiri oleh aka demisi dan seluruh Asia.Di India, etika bisnis terutama dipraktekkan oleh Management Center for Human Values yang didirikari oleh dewan direksi dan Indian Institute for Management di Kalkutta pada tahun 1992. Pusat yang di pimpin oleh Prof. S.K. Chakraborty ini sejak 1995 mengeluarkan majalah tentang etika bisnis yang berjudul Journal of Human Values. Juga di Hongkong selama beberapa tahun terakhir ini etika bisnis mendapat perhatian khusus, yang tentu tidak terlepas dan perubahan status kekuasaan yang berlangsung di sana tahun 1997. Seperti di banyak tempat lain, pengalaman dengan beberapa kasus korupsi memacu dirasakannya kebutuhan akan refleksi etika tentang praktek bisnis. Dalam hal ini berperanan besar Independent Commission Against Corruption (didirikan tahun 1974). Universitas Hongkong memiliki Centerfor Business Val ues (1994). Sedikit sebelumnya Hongkong Baptist College mendirikan Center for Applied Ethics.
Dalam dekade 1990-an suda menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Memang benar apa yang dikatakan Richard De George: etika bisnis bersifat nasionat, internasional, dan global seperti bisnis itu sendiri.’ Kini etika bisms dipelajari, diajarkan, dan dikembangkan di seluruh dunia. Kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis di Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, dan di kawasan dunia lairìnya. Sejak dimulainya Liberalisasi ekonomi di Eropa Timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme di sana sebagai sistem politik dan ekonomi akhir tahun 1980-an, di Rusia dan negara eks-komunis lainnya dirasakan kebutuhan besar akan pegangan etis, karena disadari per alihan ke ekonomi pasar bebas tidak bisa berhasil jika tidak disertai etika bisnis. Tidak mengherankan, bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi paling kuat di luar dunia Barat: Jepang. Yang terutama aktif di sana adalah Institute of Moralogy yang bermukim pada Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi, pinggiran kota metropolitan Tokyo. Institut ini sebagian disponsori oleh pemerintah Jepang dan berusaha mendekatkan etika dengan praktek bisnis. Pada tahun 1989 dan 1991 mereka menyelenggarakan konferensi tentang etika dalam ekonomi global, yang dihadiri oleh aka demisi dan seluruh Asia.Di India, etika bisnis terutama dipraktekkan oleh Management Center for Human Values yang didirikari oleh dewan direksi dan Indian Institute for Management di Kalkutta pada tahun 1992. Pusat yang di pimpin oleh Prof. S.K. Chakraborty ini sejak 1995 mengeluarkan majalah tentang etika bisnis yang berjudul Journal of Human Values. Juga di Hongkong selama beberapa tahun terakhir ini etika bisnis mendapat perhatian khusus, yang tentu tidak terlepas dan perubahan status kekuasaan yang berlangsung di sana tahun 1997. Seperti di banyak tempat lain, pengalaman dengan beberapa kasus korupsi memacu dirasakannya kebutuhan akan refleksi etika tentang praktek bisnis. Dalam hal ini berperanan besar Independent Commission Against Corruption (didirikan tahun 1974). Universitas Hongkong memiliki Centerfor Business Val ues (1994). Sedikit sebelumnya Hongkong Baptist College mendirikan Center for Applied Ethics.
Tanda bukti terakhir bagi sifat
global etika bisnis adalah didirikannya In ternational Societiifor Business,
Economics, and Ethics (ISBEE). ISBEE mengadakan pertemuan perdananya dengan The
First World Congress of Business, Economics, and Ethics di Tokyo pada 25-28
JuIi 1996. Di situ antara lain dibawakan 12 laporan tentang situasi etika
bisnis di berbagai kawasan dunia.’6 Kongres kedua berlangsung di Sao Paolo,
Brasil, tahun 2000.
Sumber Buku : Pengantar Etika
Bisnis Oleh Prof. Dr. Kees Bertens, MSC.
Komentar
Posting Komentar