UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam undang-undang
ini yang dimaksud
dengan :
1. Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen
2. Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah
setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap
benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap
layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah
kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa
untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan.
7. Impor barang adalah
kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah
kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik
Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan
diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah
setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
11. Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan
Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan
perlindungan konsumen.
13.
Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
perdagangan.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
2
Perlindungan konsumen
berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.
Pasal
3
Perlindungan konsumen
bertujuan :
a. meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
d. menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Bagian
Pertama
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Pasal
4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Pasal
5
Kewajiban konsumen
adalah :
a. membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai
dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal
6
Hak pelaku usaha adalah
:
a. hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Pasal
7
Kewajiban pelaku usaha
adalah :
a. beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
f. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB
IV
PERBUATAN
YANG DILARANG
BAGI
PELAKU USAHA
Pasal
8
(1) Pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
a. tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan
berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan
ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan
kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam
label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan
mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi
penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik
atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal"
yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label
atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan
informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundangundangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar.
(4) Pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal
9
(1) Pelaku usaha
dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa
secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
a. barang tersebut
telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu
tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu;
b. barang tersebut
dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa
tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan
tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa
tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau
afiliasi;
e. barang dan/atau jasa
tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak
mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut
merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut
berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan katakata
yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau
efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu
yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau
jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran,
promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal
10
Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak
benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif
suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu
barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan,
jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan
harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan
barang dan/atau jasa.
Pasal
11
Pelaku usaha dalam hal
penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/
menyesatkan konsumen dengan;
a. menyatakan barang dan/atau
jasa tersebut seolaholah telah memenuhi standar mutu
tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau
jasa tersebut seolaholah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c. tidak berniat untuk
menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang
lain;
d. tidak menyediakan
barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual
barang yang lain;
e. tidak menyediakan
jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual
jasa yang lain;
f. menaikkan harga atau
tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal
12
Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan
harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha
tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang
ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal
13
(1) Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/jasa
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara
Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana
yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal
14
Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan
penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya
tidak melalui media massa;
c. memberikan hadiah
tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah
yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal
15
Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengancara pemaksaan
atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap
konsumen.
Pasal
16
Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati
pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. tidak menepati janji
atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal
17
(1) Pelaku usaha
periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen
mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif
jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi
yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. tidak memuat
informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f. melanggar etika
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha
periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat
(1).
BAB
V
KETENTUAN
PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal
18
(1) Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a. menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa
pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa
pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian
kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal
pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli
oleh konsumen;
f. memberi hak kepada
pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan
konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa
konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.
(2) Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula
baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan
batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen
:
Kasus Kecurangan Produksi Beras PT
Indo Beras Unggul (PT IBU) terhadap Konsumen dan Pihak Lain yang Melanggar
Undang-Undang (UU) Pangan dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen.
PT
Indo Beras Unggul (PT IBU) diduga melakukan monopoli harga dengan cara
menaikkan harga saat membeli gabah ke petani. Padahal, Menteri Perdagangan
(Mendag) telah mengeluarkan kebijakan mengenai harga pembelian gabah ke petani.
Kemudian, pelanggaran yang dilakukan PT IBU juga terjadi dalam melakukan penjualan beras merek Ayam Jago dan Maknyus lantaran tidak sesuai dengan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pelanggaran
itu adalah sistem pelabelan PT IBU di merk Ayam Jago dan Maknyus menggunakan
SNI tahun 2008 lantaran memakai istilah premium. Padahal, pada tahun itu SNI
menggunakan istilah klasifikasi mutu I-V.
Kemudian, pelanggaran selanjutnya adalah mutunya tidak sesuai dengan SNI. Dalam pelabelannya PT IBU tidak mencantumkan mutu bahkan kualitas beras juga tidak sesuai dengan SNI. Lalu, ketiga, PT IBU telah memberikan informasi yang menyesatkan untuk konsumen.
PT IBU juga menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Padahal, AKG dalam peraturan di BPOM AKG hanya bisa diterapkan pada produk yang langsung bisa dikonsumsi.
Untuk
tersangka, polisi menjerat dengan Pasal 144 jo Pasal 100 (2) UU Nomor 18tahun
2012 tentang Pangan. Tak hanya itu, polisi juga menjerat dengan Pasal 62 jo
Pasal 8 ayat 1 huruf e,f,i dan atau Pasal 9 h UU Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Bahkan, akan mendalami praktik Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU).
Sumber :
https://news.okezone.com/read/2017/08/03/337/1749339/kasus-beras-pt-ibu-polri-dengarkan-keterangan-ahli-gizi-perlindungan-konsumen-perdagangan
Komentar
Posting Komentar